Salah seorang pedagang di Stasiun Tugu, Yogyakarta, menunjukkan surat dari Keraton Yogyakarta. Dok: krjogja.com. |
PembebasanBandung, 6 Juli 2017—Kurang lebih 80 pedagang yang
tergabung dalam Paguyuban Manugggal Karso, yang berjualan di selatan Stasiun
Tugu, Yogyakarta, sejak tahun 1970-an, digusur paksa oleh PT KAI Daop 6
Yogyakarta, Rabu (05/07) pagi.
Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Yogyakarta mengecam tindakan
penggusuran yang dilakukan PT KAI terhadap pedagang tersebut. LBH menilai
penggusuran yang terjadi mengabaikan asas partisipatif dan melanggar hak asasi
manusia.
“Seluruh proses ini kami nilai cacat secara hukum, mengabaikan
asas partisipatif dan melanggar hak asasi manusia,” ujar Yogi Zul Fadhli, salah
satu juru bicara LBH Yogyakarta, Rabu (05/07).
Kepala Humas PT KAI DAOP 6 Eko Budianto menyampaikan, sebelum
adanya penggusuran ini, telah dilakukan pemanggilan terhadap pedagang setempat.
Selain itu proses peringatan juga telah dilakukan mulai dari peringatan 1,
peringatan 2, dan peringatan 3.
Kemudian mengenai surat perintah dan surat kepemilikan tanah PT
KAI, Kepala Humas PT KAI Daop 6 tidak mau menunjukkannya.
“Tidak ada surat-surat. Repot banget. Saya juga tidak mau repot
karena kerjaan banyak, ngapain butuh surat-surat seperti
itu, gak perlu. Ini tuh kan lokasinya
pengelolaan kereta api, pake surat-surat buat apa,” ucap Eko
Budianto.
Berdasarkan pernyataan PT KAI di berbagai media dan pernyataan
Pemerintah Daerah Yogyakarta, penggusuran ini dilakukan berdasarkan kekancingan
tanah Sultan Ground kepada pihak PT KAI pada Desember
tahun 2015. Itulah yang menjadi dasar PT. KAI untuk melakukan penggusuran.
Mengecam Penggusuran
Menurut Yogi melalui siaran pers LBH Yogyakarta yang diterima
Pembebasan Bandung, proses penggusuran pagi ini (kemarin, red.)
jelas tidak berimbang. Pihak pedagang yang berusaha mempertahankan kiosnya
hanya berjumlah sekitar 50-an. Mereka dihadapkan dengan personel PT KAI
ditambah polisi, tentara, dan ormas, yang jumlahnya mencapai ratusan.
“Secara serampangan mereka menerobos barikade pertahanan yang
dibuat pedagang. Beberapa kali pedagang dan LBH Yogyakarta meminta bertemu
dengan pihak yang bertanggungjawab atas agenda penggusuran. Tapi seluruh
pegawai PT KAI hanya diam dan tak mau bernegosiasi,” ungkap Yogi.
Atas penggusuran ini, LBH Yogyakarta meminta Sri Sultan
Hamengkubuwono X untuk bertanggungjawab atas pemberian kekancingan kepada
PT KAI yang menjadi dasar atas penggusuran tersebut.
LBH juga meminta kepada Pemerintah Daerah Provinsi Yogyakarta dan
Pemerintah Kota Yogyakarta untuk bertanggungjawab atas pemenuhan, perlindungan,
dan penghormatan hak asasi manusia (hak atas ekonomi, hak atas pekerjaan yang
layak) bagi para pedagang.
Terakhir, LBH Yogyakarta juga menyerukan kepada seluruh elemen
masyarakat sipil untuk ikut bersolidaritas atas kejadian ini dan kepada para
pedagang korban gusuran PT KAI. (Afin)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar