Gerakan Pembebasan Nasional Papua Barat telah ada sejak penjajahan bangsa Eropa masuk ke wilayah Papua Barat yakni saat Belanda mendudukinya hingga pada momentum deklarasi kemerdekaan Papua Barat pada 01 Desember 1961 secara de Facto dan de jure disahkan. Euforia kemerdekaan diiringi oleh komando Ir.Soekarno untuk menganeksasi Papua Barat ke Indonesia yang melibatkan Amerika Serikat, Rusia sebagai pemasok persenjataan dan Belanda. Indonesia melakukan serangan operasi militer yang langsung dipimpin oleh Ir. Soekarno dengan mengkomandokan Trikora (Tri Komando Rakyat) di Alu-Alun Kota Utara Yogyakarta pada 19 Desember 1961 yang langsung dipimpin untuk melakukan serangan operasi militer oleh Soeharto. Operasi militer yang dipimpin oleh Soeharto menghasilkan perundingan antara Indonesia, Belanda serta Amerika Serikat sebagai pihak tengah atau penyelenggara; Dalam perundingan itu, tanpa melibatkan rakyat asli bangsa Papua Barat hingga lahirnya Perjanjian The New York Agreement pada 15 Agustus 1962 dan The Secret Roma Agreement pada 30 September 1962 di Italia.
Indonesia melakukan serangan operasi militer ketika Belanda minggalkan Papua Barat, setidaknya ada
42 operasi
militer Indonesia sejak 1961-1999 di Tanah Papua Barat yang bertujuan untuk meloloskan
agenda perjanjian yang dibahas secara sepihak sebagai pemaksaan rakyat Papua
Barat untuk bergabung dengan NKRI. Keterlibatan Negara Indonesia di Papua Barat
menjadi Neo-Kolonialisme. Indonesia menjadi negara penjajah bagi Rakyat Papua
Barat dengan memposisikan melakukan operasi militer, diskriminasi rasialisme, marjinalisasi rakyat, pemusnahan etnis, eksploitasi alam, eksploitasi budaya maupun beragam kekerasan, pembunuhan, penangkapan, multilasi manusia, penembakan, pemukulan,
pengejaran, pembungkaman media, perlakuan diskriminasi fisik maupun non-fisik,
kekuasan politik kolonial. Penjajahan Indonesia telah dijalankan sejak lama.
59 tahun telah berlalu sejak penandatanganan
Perjanjian New York, Indonesia masih berupaya menancapkan pengaruhnya di tanah
Papua Barat melalui kebijakan Otonomi Khusus (Otsus). Otsus di Papua sudah
berusia 20 tahun dan disahkan pada 2021 secara sepihak oleh Pemerintah
Indonesia tanpa ada aspirasi rakyat Papua Barat. Namun sejak UU No. 21 Tahun
2001 tentang Otonomi Khusus diberlakukan justru tidak ada perlakuan khusus yang
bisa didapatkan oleh rakyat Papua Barat. Apa yang tampak husus tak lain
hanyalah pengiriman pasukan militer secara besar-besaran ke tanah Papua Barat.
Kenyataannya Otsus tidak bisa memproteksi masyarakat adat Papua Barat dari
perampasan tanah untuk kepentingan investasi. Komisi Kebenaran dan Rekonsiliasi yang menjadi
amanah dalam undang-undang Otsus tidak pernah dijalankan. Tidak ada
upaya untuk mengungkapkan kasus-kasus pelanggaran HAM berat di Papua, sementara
dari tahun ke tahun kasus pelanggaran HAM terus bertambah. Otsus tak lebih dari
sekadar alat untuk meredam aspirasi politik rakyat Papua yang menghendaki hak
penentuan nasib sendiri.
Telah
lama bangsa Papua Barat mengalami rasisme di bawah Negara Kesatuan
Replublik Indonesia.
Rasisme tersebut tidak pernah diselesaikan sampai
saat ini, yang
mereka lakukan hanya dengan maklumat kata "Maaf-maafkan" saja. Pada 2016 kasus rasisme
terhadap Obby Kogoya, Rasisme Surabaya di kamasan Asrama Papua pada 16-17
Agsutsu 2019 kemudian rasisme di Merauke pada 26 July 2021 terhadap Steven.
Gejolak rasisme yang sistemik di Surabaya pada tahun 2019 membuat rakyat Papua Barat
melakukan protes damai dari kalangan
mahasiswa hingga rakyat
Papua Barat. Melalui protes yang berkepanjangan tersebut, Negara
Indonesa mengambil kesempatan untuk menggiring isu. Hampir dari ratusan
rakyat Papua Barat ditahan secara sewenang-wenang, yang akhirnya 7 orang ditangkap
lalu dibebaskan
di Kalimantan. Kemudian DPO terhadap aktivis Papua Barat,
salah satunya Viktor Yeimo. Pihak siber militer Indonesia
beritakan terkait pananganan rasisme dengan decrypt media sosial sekitar
800.000 data yang dibobol, itu pun menimbulkan
kepulangan Mahasiswa Papua di luar Papua (eksodus) sekitar tujuh ribu mahasiswa Papua hingga
memukul mundur semua gerakan pro-demokrasi.
Viktor Yeimo
ditangkap di Kamkei Jayapura 2021. Sebelumnya, ada beberapa aktivis Papua ditangkap seperti Naftali Tipagau dan lainnya serta penangkapan terhadapan TPNPB.
Skenario Negara Indonesia melakukan penangkapan serta pemenjarahan secara sewenang-wenang tanpa memperlihatkan bukti yang jelas. Upaya-upaya
untuk meredam aspirasi politik rakyat Papua Barat tidak hanya dilakukan dengan
bujukan manis Otsus dan kata "Maaf-memaafkan", tetapi juga melakukan penangkapan dan pemenjaraan dengan pasal
makar terhadap rakyat Papua Barat maupun aktivis yang bersuara. Hal-hal demikian telah menjadi pola bagi Pemerintah
Indonesia untuk lebih keras melakukan
pembungkaman.
Maka, dalam peringatan 59 Tahun Perjanjian
New York, Lawan Rasisme,
Bebaskan Viktor Yeimo, Aliansi
Mahasiswa Papua (AMP) menyatakan sikap politik kepada Rezim Jokowi-Ma’ruf Amin,
Belanda, Amerika Serikat, dan PBB untuk segera:
1. Memberikan kebebasan dan hak menentukan nasib sendiri sebagai solusi demokratis bagi rakyat Papua
Barat.
2. Tarik iliter (TNI-Polri) organik dan non-organik dari seluruh tanah Papua Barat sebagai syarat demokratik.
3. Tutup Freeport, BP, LNG Tangguh, MNC, MIFFE,
dan yang Lainnya, yang merupakan dalang kejahatan kemanusiaan di
atas tanah Papua Barat.
4. Amerika Serikat, Belanda, Indonesia,
Rusia, harus bertanggung jawab atas penjajahan dan
pelanggaran HAM yang terjadi terhadap bangsa Papua
Barat dari Trikora hingga Otsus berlanjut.
5. PBB Segera desak Indonesia membawa persoalan Papua
Barat ke meja perundingan
6. Buka akses jurnalis internasional dan
nasional ke Papua Barat.
7. Kebebasan berkumpul, berpendapat dan berekspresi bagi rakyat
Papua Barat.
8. Bebaskan Viktor Yeimo dan seluruh tahanan politik Papua
Barat tanpa syarat.
9. Tolak Otsus Jilid II.
10. Tetapkan TPNPB Bukan Organisasi Terroris, KKB, KKBS, tapi mereka adalah freedom fighter.
Demikian pernyataan sikap ini. Kami
menyerukan kepada seluruh Rakyat Papua Barat untuk bersatu dan berjuang merebut
cita-cita pembebasan nasional. Atas perhatian dan dukungan seluruh rakyat
Indonesia dan Papua Barat, kami ucapkan terima kasih.
Salam Pembebasan Nasional Papua Barat!
Medan Juang, 15 Agustus 2021
Tidak ada komentar:
Posting Komentar