PEMBEBASANBDG, 17 November 2016 -
Tepat jam 10.47, sekitar 35 orang berbaris menyanyikan lagu-lagu sambil
berjalan menuju ruang mediasi Pengadilan Negeri Klas I A, Bandung.
"Gusur, gusur, Rakyat digusur,
keji, keji sekali. Kiri-kanan, kulihat saja, banyak Rakyat sengsara,"
lirik lagu tersebut dinyanyikan lantang oleh para korban penggusuran paksa,
bersama aktivis SORAK. Setelah masuk ke dalam ruangan, pekik perlawanan masih
diteriakkan hingga hakim mediator, Saptono, masuk ke ruangan.
Rabu siang kemarin adalah mediasi
ke-4. Namun, PT KAI Daop II (Tergugat I) lagi-lagi mangkir dalam proses mediasi
perkara perdata yang juga mendudukkan Pemkot Bandung sebagai Tergugat II. Sudah
tiga kali, pihak PT KAI tidak hadir dalam mediasi. Sedangkan, dari pihak pemkot
hanya menghadirkan perwakilan yang tidak memiliki wewenang sebagai pemutus
kebijakan.
Baca juga:Mediasi Ketiga, PT KAI Mangkir Lagi
Pemkot Tidak Serius
Saat mediasi berlangsung, pihak
pemkot nampak masih enggan memenuhi tuntutan para korban penggusuran dengan
bermacam-macam dalih. Padahal, dari pihak kuasa hukum sudah secara jelas dan
konkret mengungkapkan tuntutan Rakyat dalam mediasi ini. "Prinsipal hanya
menuntut agar ada kepastian pemberian ruang usaha,” ujar Asri Vidya Dewi, kuasa
hukum pihak penggugat.
Staf hukum pemkot berdalih bahwa
mereka masih menunggu koordinasi dengan PT KAI Daop II terkait lahan yang akan
dibangun jadi tempat usaha. "Kemarin belum ada kesepakatan. Ini sangat
beririsan dengan PT KAI, tapi sampai saat ini PT KAI belum datang dan sulit.
Jadi, pada saat ini belum bisa kita penuhi,” ujar staf bidang hukum pemkot.
Sedangkan menurut penjelasan kuasa
hukum penggugat, yang diinginkan oleh penggugat adalah agar pemkot memberikan
ruang usaha dari lahan yang dimiliki pemkot, dan dibuat jelas kepastian
hukumnya. Sehingga, dalih yang dikemukakan staf bidang hukum pemkot tak
berdasar, karena tidak ada hubungannya dengan PT KAI Daop II. Bahkan, Hakim
Saptono sempat menawarkan usulan jalan keluar kepada pihak pemkot, “Gimana
kalau pakai lahan sebelumnya (lahan yang sudah digusur)?" Namun pihak
perwakilan pemkot menolak.
Janji-janji kosong
Hampir 4 bulan berlalu pasca
penggusuran paksa yang dilakukan PT KAI Daop II, Rakyat Kebon Jeruk kehilangan
mata pencahariannya. Mereka, sebelum digusur, mayoritas adalah pedagang, yang
menggantungkan hidup dengan berjualan. Kini tempat usaha (beserta
barang-barangnya) rusak, hancur dan hilang pasca penggusuran paksa, 26 Juli
lalu.
Sementara, janji Ridwan Kamil tentang
pemberian Rusunami hanya isapan jempol belaka. Rusunawa yang ada pun sangat tak
layak, dengan atap rusak dan bocor. Menurut para korban, yang paling utama
adalah akses dan ruang usaha. Rusunami sangat tidak strategis sebagai tempat
usaha. Ini sama saja mematikan kami perlahan.
Atas hasil sidang mediasi kali ini,
Rakyat Kebon Jeruk bersama kuasa hukumnya memutuskan untuk deadlock dan melanjutkan persidangan ke pokok
perkara.
Tepat pukul 11.04, Rakyat Kebon Jeruk
meninggalkan ruang mediasi sambil kembali menyanyikan lagu-lagu perjuangan.
Mereka bertekad untuk terus berjuang dan bahkan siap kembali menduduki lahan
yang sebelumnya mereka tinggali.
(Irfan Pradana)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar