Rampes. Wah apal ti mana
suka manjat?
Saya kira antum juga melakukan “genosida pendapat” terhadap kami yang menolak
Seni Bandung. Lamun dina basa Sunda mah, “nyakompetdaunkeun”.
Seperti antum
dan kita semua yakini, sekalipun manusia tidak bisa otentik di muka sejarah,
tapi otentisitas dan kekhasan itu bisa hadir di level tertentu. Sederhananya,
walaupun kami sepakat menolak Seni Bandung sebagai media seni yang merakyat,
ada keberagaman kritik dan keberagaman pendapat di pihak kami dalam hal menilai
Seni Bandung.
Mungkin antum
sudah membaca memoar Utuy. Sekalipun Utuy itu seorang komunis—atau simpatisan,
meski berkali kali dibantah oleh Ajip Rosidi—tapi ia kerap mengkritik
birokrat-birokrat partai komunis yang kaku dan ia kerap berbeda pendapat dengan
yang lain: di Lekra maupun di kalangan orang-orang kiri.
Secara pribadi saya tidak pernah bersepakat
dengan penyeragaman. Seperti tuduhan antum
terhadap kami. Seolah-olah kami semua berpendapat bahwa "semua seniman
yang masuk Seni Bandung itu pro rezim PENGGUSUR." Itu tuduhan keji
terhadap kami. Saya pribadi tidak pernah sepakat dengan pendapat macam itu.
Menurut saya, tidak semua seniman yang bergabung di Seni Bandung itu pro rezim
PENGGUSUR. Saya sendiri membagi dua kelompok seniman yang bergabung di Seni
Bandung.
Pertama, seniman yang apolitis. Karena kesadaran politiknya yang
rendah, akhirnya mereka bergabung begitu saja. Motifnya, biasanya, karena mereka
butuh panggung dan duit untuk bertahan hidup. Kedua, seniman oportunis. Seniman macam ini kerap bermain di dua
kaki. Di isu-isu atau kegiatan kerakyatan iyah,
di kegiatan kesenian yang tujuannya melegitimasi kebijakan rezim juga iyah. Di isu atau kegiatan kerakyatan,
mereka biasanya mengusung tema-tema kesenian yang melawan dan atau kritik
sosial. Tapi kritik dan perlawanannya lewat kesenian menjadi tidak berarti
apa-apa karena di sebrang mereka kemudian berdiri bersama dengan sekelompok
orang yang mengoperasikan pemerintahan korup (rezim tukang gusur yang ia
kritik).
Seniman oportunis biasanya membikin
rasionalisasi atas tindakannya agar seolah-olah tidak ada pertentangan sikap—tentang
dirinya yang berada di barisan rakyat dengan dirinya yang berada di barisan
penguasa korup. Dengan dalih, misalnya, “Kami tetap mengusung isian seni yang
melawan.” Padahal isian “seni yang melawan itu” sudah dihaluskan,
diabstrak-abstrakan, dan dikabur-kaburkan. Sehingga tak berdampak pada
perubahan struktur kekuasaan dan struktur sosial yang ada hingga menjadi adil.
Memang seniman oportunis itu motif tindakan
atau pilihan politiknya adalah mengakomodasi duit pemerintah yang katanya duit
rakyat juga. Namun mereka mengatakan itu sambil menihilkan aspek motif dan
tindakan politik aktor-aktor yang duduk di struktur kekuasaan, yang sejatinya
berkonsekuensi pada pelemahan gerakan sosial yang sedang susah payah
mengedukasi rakyat agar tidak terilusi dengan kata kata manis pemerintah--yang
secara praktik menyingkirkan rakyat miskin kota.
Kelompok seniman yang pertama tidaklah
masuk kategori seniman pro rezim PENGGUSUR. Karena mereka hampuraeun. Lamun ceuk dina Alquran
mah, “Hai orang orang yang beriman,” yang tidak beriman tidak “hai.” Maranehna mah teu asup nu dikritik, alias
teu “hai”.
Dalam hal ini saya sepakat dengan argumen
Hannah Arendt tentang algojo Nazi. Arendt mencetuskan istilah “kejahatan banal”
di mana algojo-algojo Nazi itu melakukan tindakan kejahatan tanpa dibekali kesadaran
memadai tentang politik. Sehingga ia tidak sanggup memilah mana tindakan
kejahatan, dan mana yang bukan. Buat mereka, tindakan itu hanya rutinitas
belaka. Itulah alasan, mengapa tindakan yang dilakukan algojo nazi dikatakan
tindak kejahatan banal.
Pun dengan seniman-seniman apolitis yang
bergabung ke Seni Bandung. Karena kesadaran politiknya yang minimal, mereka
jadi tidak bisa menganalisa mana kegiatan yang punya tujuan politik mengukuhkan
citra pemerintah yang baik dan bagus padahal jahat dan korup, suka menggusur—penggusuran
masuk dalam tindak pelanggaran HAM berat menurut kesepakatan internasional—dan mana
kegiatan yang punya tujuan politik mengadvokasi rakyat yang sedang melawan
keserakahan. Boleh dibilang, mereka adalah sekelompok orang yang tidak
dipanggil “hai” oleh saya.
Itulah bantahan terhadap pernyataan ini:
“Yang tak habis pikir kenapa seniman lain dicap pendukung rezim gusur karena
terlibat dalam Seni Bandung? Saya rasa ini genosida karakter, bung! Kejam
sekali. Keji. Ahahahahaha.”
Sekali lagi. Jadi, menurut saya, tidak
semua seniman di Seni Bandung, Bung, yang pro rezim PENGGUSUR. Hanya seniman
yang oportunis saja. Yang apolitis silakan lanjut. Untuk yang apolitis silahkan
kalian pakai peribahasa “anjing menggonggong kapilah berlalu” untuk kami yang menolak
Seni Bandung. Buat kalian yang apolitis, asikin
ajalah, berkarya sajalah seenak-enak kalian dan jangan hiraukan problem
sosial-politik yang ada di sekitar kalian: pemiskinan, penyingkiran,
penggusuran, penghisapan, pembungkaman, dan tentunya juga kritik dari kami.
Tugas kalian, kan, cuma berkesenian. Sudah itu, selesai.
***
Kemudian tentang partisipatori. Mungkin Om Peri
sudah lupa pelajaran semiotika/semiologi, terutama dalam tradisi Saussurean. Di
situ kita dikasih tahu cara memahami suatu kata dilihat dari sejarah perkembangan
atau asal-usulnya (diakronis). Namun sayang, Ferdinand de Saussure, kayaknya,
lupa bilang bahwa perubahan makna suatu kata dari waktu ke waktu itu terutama
dipengaruhi oleh situasi di luar “kata” (bahasa): situasi sosial, ekonomi,
politik. Hal itu yang gak diceritakan
Saussure.
Akan tetapi, di kemudian hari, Roland
Barthes bercerita tentang aspek tersebut. Dengan konsep “penanda ketiga”, Barthes
mau bilang bahwa sekalipun sebuah “kata” itu bermakna positif-universal, ujung-ujungnya
jika ia dipakai oleh pemodal. Maka, “kata” itu tidak lebih hanya sebuah alat
untuk memuluskan kepentingan pemodal. Konsumsi, konsumsi, beli, beli.
Saya cuma mau bilang, terma “partisipatori”
ini bukan soal “luar” atau “dalam”, bukan soal “halaman rumah” atau “barat”. Melainkan
soal dalam konteks relasi ekonomi-politik macam apa terma ini kemudian diletakkan
dan digunakan.
Awalnya, terma ini dipakai oleh gerakan
sosial kerakyatan di Amerika Latin yang resisten terhadap kebijakan negara
imperialis Amerika Serikat. Yang resisten itu yang macam apa? Tentunya yang
anti neoliberalisme, anti relasi ekonomi-politik yang kapitalistik. Karena
kapitalistik, maka kebijakan pemerintah yang merapat ke Amerika jadi tidak
demokratis.
Dalam ruang lingkup relasi ekonomi-politik
kapitalisme, demokrasi hanya untuk orang berduit saja (pemilik modal) dan antek-anteknya.
Kita menyebut model demokrasi ini dengan istilah “demokrasi borjuis”, yang
diperlawankan dengan istilah “demokrasi langsung” (demokrasi kerakyatan). Karenanya,
untuk melawan situasi ekonomi-politik yang kapitalistik dan tidak demokratis,
diusunglah terma dan konsep “partisipatori” (gagasan demokrasi langsung).
Terang saja Amerika kerepotan. Maka untuk
mengelabui rakyat yang sudah kadung teredukasi dengan gagasan yang benar, yang
menghendaki keterlibatan rakyat seluas-luasnya di berbagai aspek, maka melalui
Bank Dunia, AS memakai terma serupa dalam program-program “bantuannya” untuk
menjinakkan dan meredam rakyat. Sekalipun penderitaan menimpa mereka, harga
pupuk dan bahan bakar minyak melambung tinggi, hasil tani dihargai murah.
Seni Bandung, dengan konsep
partisipatorinya, dalam penilaian kami cuma alat yang dipakai oleh Pemerintah
Kota Bandung untuk membersihkan dirinya dari citra negatif di mata rakyat jelata.
Karena mereka sudah banyak melakukan pelanggaran HAM untuk kepentingan
akumulasi modal di Kota Bandung—dalam bentuk penggusuran, pengusiran PKL, dll.
Bersamaan dengan itu, Pemkot membiarkan pembangunan apartemen dan hotel di
Kawasan Bandung Utara (KBU), mall,
bangunan kampus megah, perumahan elit, yang semuanya melanggar aturan tata
ruang. Datanya ada di Walhi Jabar.
Kecuali kita mengimani konsep seni abstrak,
kesenian bisa hidup di ruang hampa dan kesenian tidak ada kaitannya dengan
politik. Bagaimana bisa urusan kesenian tidak ada kaitannya dengan urusan
politik? Atas nama keindahan kota, Pemkot Bandung menggalakan penggusuran
terhadap pemukiman kumuh dan melakukan penyingkiran PKL-PKL di pusat-pusat
perbelanjaan. Katakanlah itu urusan politik. Kuasa tanah yang pada mulanya milik massa
rakyat di Kampung Kolase kemudian direbut paksa oleh pemerintah atas nama
keindahan dan pembangunan taman. Bukankah itu urusan politik? Kuasa. Ada yang
memperoleh kuasa, ada yang disingkirkan.
Hari-hari ini tindakan politik Pemkot
Bandung yang korup itu mau ditutup-tutupi dengan sebuah kegiatan yang, katanya,
merangkul ratusan seniman di Kota Bandung untuk ditampilkan di khalayak rakyat
kelas menengah ke bawah—dengan konsep partisipatorinya itu yang sudah dimodifikasi-diindonesiakan.
Bukankah itu pengaburan, ilusi terhadap massa rakyat luas? Bagaimana bisa urusan
kesenian tidak ada kaitannya dengan politik?
(Atang Nurmantyo)
wah saya terinspirasi setelah baca tulisan tentang bandung ini. terimakasih ya
BalasHapusKeren tulisan tentang bandung ini. terimakasih ya
BalasHapushttp://tokoviagra.net/
BalasHapusThanks for sharing
BalasHapusviagra asli
harga viagra asli
vimax asli
5 manfaat tanaman hias
Terimakasih Admin Artikel Anda Sangat Membantu Saya....
BalasHapusPIL BIRU
OBAT VIAGRA
VIAGRA ASLI
OBAT VIAGRA ASLI
məlumat çox yaxşıdır Obat Sinusitis
BalasHapusthank you admin
BalasHapusthe article is very interesting, it helps me and can be used for reference.
hopefully successful admin always.
Obat Aborsi
Jual Obat Aborsi
Obat Penggugur
Penggugur Kandungan
Obat Penggugur Kandungan
Obat Cytotec
Obat Abosi 1 Bulan
Obat Abosi 2 Bulan
Obat Abosi 3 Bulan
Obat Abosi 4 Bulan
Obat Abosi 5 Bulan
Obat Abosi 6 Bulan
thank you boss the article really helped us, we wait for the boss's inspiration again. thank you
BalasHapusVimax
Vimax Asli
Erogan Asli
Erogan
Klg
Klg Asli
Testo Ultra
Testo Ultra Asli
Obat Kencing Nanah
Obat Raja Singa
obat sipilis
Komentar ini telah dihapus oleh administrator blog.
BalasHapusBosan dengan game yang tidak jelas? Dan Ingin game yang menarik ? silahkan kunjungi saja web kami di s1288poker terbaik, tercepat, teraman & terpercaya kami disini juga menyediakan berbagai game judi online yang tidak kalah serunya seperti Poker, Domino, Capsa , Ceme, ceme keliling dan live poker serta anda juga akan di temanin oleh CS kami yang ramah dan online 24jam (WA : 08122221680)
BalasHapusWell great information,I very like that, that’s all great here i like it to much also visits ufabet
BalasHapusSMM PANEL
BalasHapusSmm Panel
iş ilanları
İNSTAGRAM TAKİPÇİ SATIN AL
hirdavatciburada.com
beyazesyateknikservisi.com.tr
Servis
JETON HÄ°LE