Percakapan Mimpi Dengan Karma



Design by Sinatrian Lintang

[Mohamad Chandra Irfan]

15 tahun itu
di jumat berdarah itu
suaramu selengking ajal



1



setelah Indonesia 

mensyahkan otonomi Papua 
ia mengaji malam jeruji
bukit sabit, cabang serdadu 
relief hitam, sungai putih, dan 
gema merdeka di pelosok Papua 



2



di Jumat yang keramat

ia bersaksi di depan mimbar
sementara sebilah runcing keyakinan 
dan segumpal kemerdekaan, ia kekalkan 
dalam dada dan suaranya



3



kemerdekaan akan segera dimulai

langit menyapukan gerimis
sebelum benar-benar ada gerimis 
di tanah Papua, ia mengenang apa yang pantas
dikenang, ia bersumpah demi Papua 
demi cintanya pada selantun nyanyian barzah



4



Kalau saya mati, saya pasti masuk ke surga. 

Tetapi kalau saya lihat orang Indonesia di sana, 
biar satu orang saja, saya akan lari tinggalkan surga. 
Kalau malaikat Tuhan tanya saya mengapa lari, 
nanti saya jawab, 
‘Ah saya takut orang Indonesia menjajah kami orang Papua di surga juga.



ucap seseorang dengan tegas 

di matanya, kibaran Bintang Kejora nampak dengan jelas 



5



Jumat itu, di mana hari-hari akan terasa mengiris 

dengan perasaan sepi, tak ada pikiran apa pun
kebahagiaan telah lebih dulu menariknya
ia meninggalkan semua yang dicintainya
ia berjuang demi sebuah kehormatan





6



Papua, tanggal 6 Desember itu 

sekumpulan pasukan tentara Indonesia datang
dengan laga yang tak lagi bersahaja
membubarkan pengibaran Bintang Kejora
satu alasan yang mungkin kita bisa terima
juga tidak, aku disuruh tunduk pada tirani



7



tidak peduli sedikit pun jika saya mesti tunduk

ka Indonesia, saya siap dengan segala bahayanya
kalau kemerdekaan harus diberikan lagi pada Indonesia
aku sudah melihat penganiayaan dan eksploitasi di mana-mana
mereka sudah menjajah kita! 
apa aku mesti diam melihat hal seperti itu?





demi Ibu, Bapak, aku tak akan akan mundur sedikit pun

hatiku sudah bulat untuk melawan!



8



sementara seorang anak kecil yang ingin ikut melawan 

dengan Karma, meminta restu pada orang tuaanya
anak kecil tersebut benar-benar ingin berjuang
di rumah anak kecil tersebut, ibunya lalu berkata pada anaknya itu:



nak, bukannya ibu melarang kau ikut berjuang

tapi engkau, nak, mesti memikirkan masa depan 
keluarga kita. kalau engkau melawan, terus engkau kena pukulan
kena tembakan, terus mati, siapa yang akan meneruskan usaha
kecil bapakmu? siapa yang akan membiayai adikmu kelak?
siapa, nak? 



anak itu tetap bersikukuh pada pendiriannya, ia meminta restu

sekali lagi pada orang tuanya:



mama, saya hanya minta restu! doakan saja. Semoga semuanya 

baik-baik saja. jika harus mati, biarkan saya menunggu terlebih
dahul di pintu sorga



akhirnya, ibunya menyetujui keinginan anaknya tersebut



berangkatlah, nak! mama, mendoakanmu. Tuhan bersamamu!



9



tibalah waktunya pengibaran

di lapangan itu, tuhan menjelma menjadi 
keringat perlawanan, setiap peluru yang melesat
kekal di kaki Karma



10



prak...

dor...
rentetan peluru menghujani kaki Karma
ia bersaksi lebih keras, ia bertahan dengan seluruh keyakinan
kaki, kepala, dada, semuanya tak luput dari rentetan peluru



sementara di tru-truk tentara bajingan

seorang anak kecil tadi melawan sebisanya



atas nama langit dan bumi

atas nama Papua Merdeka, siapa yang berani melawanku
aku tak akan mundur, sekalipun itu nyawa yang harus kutebus



11



lalu kutulis dengan takdzim

peristiwa itu, menjadi sebuah puisi ini



“Karma, di janggutmu

tak ada lagi Indonesia, tak ada lagi 
tirani!”



*Puisi ini belum selesai ditulis.


Mohamad Chandra Irfan alumni Pondok Pesantren KH. Zainal Mustahafa, Sukamanah, Tasikmalaya. Tercatat sebagai mahasiswa Institut Seni Budaya Indonesia (ISBI) Bandung, Fakultas Seni Pertunjukan, Prodi Teater. Menulis puisi, esai, lakon teater, meyutradarai dan menjadi aktor teater. Puisi-puisinya sempat dimuat di media massa, cetak dan online, lokal maupun nasional juga terhimpun dalam beberapa dalam antologi bersama. Aktif bergiat di Lembaga Pers Mahasiswa (LPM) Daunjati ISBI Bandung, Sanggar Sastra Tasik (SST), BEM ISBI Bandung, Solidaritas Rakyat untuk Demokrasi (SORAK) Bandung, Zeus Theatron, dan Pembebasan Kolektif Kota Bandung (Pembebasan). 


PEMBEBASAN Bandung

Mari Berteman:

1 komentar: