Pusat Perjuangan Mahasiswa untuk Pembebasan Nasional
Salam pembebasan perempuan!
Hari perempuan internasional yang jatuh pada tanggal 8 Maret tidak terlepas dari perjuangan perempuan dalam memperoleh hak-haknya yang direnggut oleh sistem kapitalisme, dimana sistem tersebut membuat tidak adanya emansipasi, kuatnya diskriminasi hak antara laki-laki dan perempuan, dan mempertahankan budaya patriarki. Maka, perjuangan pembebasan perempuan bermakna menuntut kesetaraan ekonomi, sosial, politik, dan budaya, menyerang dasar-dasar hidupnya kapitalisme. Secara objektif, integral dalam perjuangan kelas.
Sejarah perjuangan perempuan dalam hari perempuan internasional jangan dipandang sebagai euforia belaka, namun sejarah perjuangan perempuan merupakan perjuangan kaum perempuan dalam merebut haknya yang dirampas sebagai manusia sehingga, penting untuk terus memastikan keberlanjutannya, di pabrik, di kampus, perempuan tani, perempuan migran, perempuan buruh, perempuan mahasiswa.
Apa yang bisa kita maknai pada hari perempuan internasional kali ini?
Perempuan beserta penindasannya memiliki usia yang begitu tua. Maka, proses penyadaranya membutuhkan upaya-upaya militan, konsisten dan serius. Kekerasan terhadap perempuan masih berada di angka yang mengkhawatirkan. Persoalannya ternyata lebih kompleks. Dalam kekerasan di ranah rumah tangga, perempuan masih diselimuti ketakutan untuk melapor, dan yang paling berbahaya adalah hidupnya politik menyalahkan korban. Ya, patriarki memberikan karakter yang menghambat keberanian melapor bagi perempuan karena relasi kuasa dalam sosial. Apalagi ditopang oleh gagasan-gagasan religi.
Komnas Perempuan merilis data sebanyak 321.752 kekerasan fisik dan seksual. Bila tahun lalu kekerasan seksual menempati peringkat ketiga, tahun ini naik di peringkat dua, yaitu dalam bentuk perkosaan sebanyak 72% (2.399 kasus), dalam bentuk pencabulan sebanyak 18% (601 kasus), dan pelecehan seksual 5% (166 kasus). Beberapa kasus yang direkam oleh Komnas Perempuan adalah terjadi kekerasan terhadap perempuan (pekerja rumah tangga dan istri) yang diduga dilakukan oleh pejabat publik dari anggota parlemen, serta kejahatan perkawinan yang dilakukan artis (Siaran Pers Komnas Perempuan Catatan Tahunan 2016). Dan itu angka dari perempuan yang berani melaporkan, belum termasuk yang masih takut. Ketakutan perempuan dalam melawan kekerasan dalam rumah tangga didominasi oleh alasan ‘demi keutuhan rumah tangga’, juga kejamnya persepsi sosial yang ‘merendahkan’ janda. Kesadaran sosial yang patriarkis ini pun berkontribusi sangat besar sehingga memaksa perempuan untuk tetap bertahan dalam kekerasan rumah tangga.
Secara ekonomi-politik, persoalan perempuan masih eksis dari ranah publik hingga privat. Model produksi sepanjang peradaban manusia–perbudakan hingga kapitalisme–tidak akan sanggup membebaskan perempuan sebagai tenaga produktif. Bahkan di dalam pabrik, proses biologis perempuan (hamil, haid, menyusui) dijadikan dalih untuk mem-PHK, menekan posisi-tawar perempuan atas upah, mendiskriminasi. Organisasi-organisasi perempuan pun masih terus tersubirdinasi dalam organisasi induknya. Praktik-praktik pelecehan seksual juga masih berlangsung secara sunyi.
Harus terus bergerak, memulai dan lanjutkan membangun pergerakan pembebasan perempuan
Masalah-masalah seperti kekerasan seksual,kekerasan rumah tangga, stigmatisasi sering kita temukan di dalam kehidupan sehari-hari baik di bidang pendidikan, pabrik-pabrik, dan di sektor kerja lainnya. Kita sudah menemukan apa penyebab penindasan terhadap perempuan sehingga sebab-sebab itulah yang dihancurkan. Boleh saja dalam aspek taktis, pekerjaan bermuatan afirmasi dilakukan, termasuk intervensi kebijakan, namun bukan itu yang dikonsentrasikan untuk diperjuangkan.
Sejarah perubahan sistem politik dan ekonomi secara radikal, termasuk perubahan mode produksi adalah sejarah terkonsentrasinya tenaga produktif (tersentralisasinya kekuatan-kekuatan politik yang menghendaki perubahan). Tanpa sentralisasi kekuatan, gerakan sulit untuk menciptakan dan memberi pengaruh politiknya. Sehingga, persatuan gerakan menjadi begitu relevan untuk merevolusionerkan keseluruhan sistem kekuasaan, dengan begitu, perubahan masyarakat yang adil dan setara akan menjadi tugas yang seiring. Maka, tugas utama gerakannya dengan cara membangun alat politik revolusioner yang sama sekali baru, bebas dari kekuatan lama.
Oleh karenanya dalam momentum Hari Perempuan Internasional ini, Pusat Perjuangan Mahasiswa untuk Pembebasan Nasional [PEMBEBASAN] menyerukan kepada seluruh badan kolektif di daerah untuk melakukan aksi secara serentak pada 8 Maret 2017.
Tuntutan mendesak:
1. Upah untuk ibu rumah tangga
2. Kesetaraan hak dan perlakuan di tempat kerja
3. Terapkan jam kerja BMI menjadi 8 jam kerja sehari dan 5 hari kerja bagi BMI.
4. Naikkan upah buruh 50%
5. Hapus semua biaya penempatan BMI di luar negeri
6. Selamatkan BMI yang terancam hukuman mati
7. Tehnologisasikan alat-alat rumah tangga yang ramah dan murah untuk perempuan
8. Pendidikan gratisi, ilmiah dan demokratis
9. Menyediakan dapur-dapur umum, tempat cuci umum, penitipan anak dan jompo
10. Menuntut hak cuti haid dan melahirkan
11. Upah yang setara untuk kerja yang setara
12. Akses layanan kesehatan murah terutama berkaitan dengan hak kespro
13. Penjarakan dan sita harta koruptor
14. Bangun industri nasional yang kuat
15. Menolak semua bentuk kekerasan seksual terhadap perempuan
16. Menolak posisi perempuan sebagai objek yang menghibur dalam berkesenian
17. Laksanakan reformasi agraria sejati
18. Hapus sistem kerja kontrak dan outsoursing
19. Bangun kembali masyarakat yang toleran dan menghormati keberagaman, sehingga dapat menekan semua tindak kekerasan atau pelanggaran HAM
20. Bangun infrastruktur hukum dan kebijakan yang pro-keadilan gender, dengan mengesahkan RUU Anti-Kekerasan Seksual, RUU Pekerja Rumah Tangga, RUU Perlindungan Buruh Migran dan menolak upaya judicial review perubahan KUHP terkait pasal zina yang merugikan perempuan serta hapus perda-perda yang mendiskriminasikan perempuan dan menolak semua undang-undang dan peraturan yang menolak demokrasi.
21. Penghapusan pernikahan anak, Penurunan angka kematian Ibu melahirkan melalui perbaikan fasilitas dan pendidikan kesehatan reproduksi yang terjangkau bagi perempuan; serta mendukung penghapusan sunat perempuan.
22. Menuntut pemerintah memperhatikan isu lingkungan hidup, perubahan iklim dan kaitannya dengan hak-hak pekerja perempuan.
23. Bangun kebijakan dan pelayanan publik yang pro pada perempuan dan warga negara berkebutuhan khusus (disabilitas).
24. Revisi UU Penyelenggaraan Pemilu dan RUU Partai politik dan menempatkan perempuan dalam posisi strategis dalam struktur partai politik, dan melakukan kaderisasi serta proses rekrutmen calon legislatif, eksekutif maupun pengurus partai secara setara.
25. Penghormatan terhadap keberagaman, penghargaan dan hak-hak seksualitas kelompok dengan orientasi seksual berbeda.
26. Lindungi hak-hak perempuan dari dampak kebijakan internasional yang fasis, intoleransi, diskriminasi berbasis SARA, juga sentimen terhadap imigran,
27. Stop Kekerasan Perempuan Papua,
28. Berikan Kebebasan Hak Penentuan Nasib Sendiri sebagai solusi Demokratis Bagi Rakyat Papua,
29. Demokrasi seluas- luasnya untuk rakyat,
30. Tolak sistem kontrak, magang, outsorching.
31. Cuti hamil dan melahirkan 12 bulan.
32. Tolak sistem skorsing atau lembur tanpa bayar.
33. Perlindungan sejati buruh migran.
34. Hak menentukan nasib sendiri bagi rakyat papua.
35. 6 jam kerja bagi buruh
36. Perawatan gratis untuk kesehatan reproduksi.
37. Pendidikan setara dan demokratik
Demikian seruan aksi ini. Terimakasih atas konsistensi kawan-kawan.
Salam pembebasan perempuan, salam pembebasan Rakyat
Hidup perempuan yang melawan!
Jakarta, 6 Maret 2017
Sekertaris
Samsi Mahmud
Tidak ada komentar:
Posting Komentar