WALHI Jawa Barat Menolak Semua Pembangunan yang Mengorbankan Kepentingan Rakyat

Dari kiri ke kanan: Dadan Ramdan (Direktur WALHI JABAR), Rosyid (Koordinator Komite Rakyat Tolak Penggusuran), Tomi (Rakyat Korban Gusuran dari Kebon Waru), Joel Zinoviev (PEMBEBASAN KolKot Bandung).
Dok. SORAK

PEMBEBASANBDG, 6 November 2016 — Suara semangat peserta diskusi menyanyikan lagu Internationale menjadi pembuka dalam acara Nonton Bareng Film Dokumenter "Jakarta Unfair"  dan Diskusi Tata Ruang Bandung Ugal ugalan yang diadakan oleh Solidaritas Rakyat untuk Demokrasi (SORAK), di Posko Perdjuangan Rakyat, Stasiun Barat, Bandung, Sabtu (6/11) malam. Hadir sebagai pemantik diskusi, Dadan Ramdan (Direktur WALHI Jawa Barat), Rosyid (Koordinator Komite Rakyat Tolak Penggusuran), dan Tomy (korban penggusuran dari Kebon Waru.

Film "Jakarta Unfair" merupakan film documentary yang diproduksi oleh Watchdoc Documentry. Film ini menceritakan tragedi demi tragedi penggusuran yang terjadi di Jakarta dan menyorot secara khusus tragedi penggusuran di Bukit Duri, Jakarta Selatan. Tercatat bahwa Pemerintah Provinsi Jakarta telah melakukan 113 kali penggusuran selama tahun 2015 dan 325 titik terancam digusur di tahun 2016. Film ini juga menyoroti dampak terhadap Rakyat yang tergusur; matinya perekonomian Rakyat dan Rakyat diwajibkan untuk membayar sewa tempat ganti rugi.

Salah satu fragmen dari film Jakarta Unfair yang paling memilukan adalah saat proses penggusuran yang terjadi di Bukit Duri, Jakarta, 28 September 2016. Bechoe meluluhlantahkan rumah Rakyat. Ratusan Rakyat berhamburan melawan proses penggusuran tersebut. Bersama para aktivis dari Sanggar Ciliwung Merdeka, mereka menabuh-nabuhkan alat perkusi berteriak menolak penggusuran tersebut. Anak-anak kecil menangis dan ibu-ibu berteriak histeris melihat rumahnya diluluhlantahkan. 

Film Jakarta Unfair berhasil mengungkapkan bahwa penggusuran-penggusuran yang terjadi di Jakarta yang merupakan bagian proyek Normalisasi Kali Ciliwung adalah bagian dari “Program Kota tanpa Kumuh” Kementrian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat yang dibiayai oleh pinjaman Bank Dunia. Dan selanjutnya, penggusuran-penggusuran ini akan terus terjadi di beberapa kota di Indonesia.

Di awal diskusi, Dadan dari WALHI Jawa Barat mengatakan, "penggusuran-penggusuran yang terjadi di Indonesia menunjukkan bahwa arah politik ekonomi rezim saat ini sama sekali tidak berpihak kepada Rakyat. Kota tanpa Kumuh merupakan program yang manipulatif. Atas nama perbaikan atau penataan untuk kota yang lebih baik, Rakyat digusur. Contohnya yang terjadi di kota Bandung saat ini. Rakyat Kebon Jeruk dan Kebon Waru digusur tanpa memberikan surat-surat pemberitahuan yang jelas dan ketidakpastian ganti rugi. Program Kota tanpa Kumuh bukanlah agenda pemerintah untuk menyejahterahkan Rakyatnya. Tujuan utamanya adalah untuk membangun property business; membangun hotel, apartement yang syarat dengan Korupsi - Kolusi - Nepotisme (KKN). Dan program tersebut dijalankan untuk kepentingan investor”.

Dadan juga mengemukakan, "dalam Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) kota Bandung, lima tahun ke depan akan terus terjadi penggusuran di sempadan jalan kereta api dan sungai yang notabene dihuni oleh Rakyat kecil, hal ini bakal dan bahkan sedang terjadi sebagai implikasi dari program Kota tanpa Kumuh. Sementara itu, banyak hotel dan apartemen yang dibangun di sempadan sungai yang jelas jelas melanggar aturan namun tidak digusur oleh pemerintah. Jadi pembangunan pembangunan di Bandung ini untuk siapa, Rakyat kecil yang notabene warga Bandung terus disingkirkan, digusur?". Kemudian  Dadan juga mengungkapkan, "di Bandung ada 600 buah property business yang dibangun di kawasan lindung, misalnya di KBU (Kawasan Bandung Utara), namun pemerintah diam saja. Jadi pembangunan pembangunan ini jelas jelas bukan untuk Rakyat kecil melainkan untuk pengusaha demi akumulasi kekayaan mereka, dan untuk orang orang berduit dari luar Bandung yang berlibur ke Bandung. Maka kami dari WALHI Jawa Barat menolak semua pembangunan yang dilakukan pemerintah dan mengorbankan Rakyatnya dengan dalih apa pun, misalnya dengan dalih untuk Ruang Terbuka Hijau".

Perbincangan dilanjutkan oleh Rosyid dari Komite Rakyat Tolak Penggusuran yang juga merupakan salah satu korban penggusuran di Kebon Jeruk. Ia mengatakan bahwa yang terjadi di Kebon Jeruk sama halnya seperti yang terjadi di Jakarta. Pemerintah telah memiskinkan Rakyatnya secara sistematis dan terstruktur. “Relokasi di Rancacili bukanlah solusi, apa yang tadi kita lihat di Film "Jakarta Unfair" relokasi yang diberikan awalnya diberi tiga bulan gratis, tiga bulan kemudian kita bayar sewa itu juga terjadi pada kita. Gimana caranya kita bisa bayar, perekonomian kita aja mati, mau bayar darimana. Ujung-ujungnya kita hanya akan ditendang”. 

Apa yang telah dialami oleh Rakyat Kebon Jeruk juga turut dialami oleh Rakyat Kebon Waru. Tomi salah satu pemantik diskusi yang adalah korban gusuran dari Kebon Waru menambahkan, “pada tanggal 6 agustus sehabis hari raya Idul Fitri, kami digusur tanpa adanya surat pemberitahuan. Saat proses penggusuran terjadi kami semua dianggap seperti teroris, ada 6 kompi aparat yang terdiri dari polisi, Pol PP, dan tentara. Bahkan saat penggusuran tentara menggunakan panser. Ini adalah salah satu bentuk tindakan tidak berprikemanusiaan. Kemudian, setelah kami digusur kami di relokasi ke Rancacili kemudian kami  dijanjikan untuk menempati apartemen Paldam. Kami bingung karena saat kami datang ke lokasi untuk melihat apartemen Paldam, lokasi tersebut hanya berupa tanah kosong” ujar Pak Romy yang juga merupakan salah satu korban penggusuran Kebon Waru.

Di akhir diskusi, Dadan menyampaikan, “realitas yang terjadi saat ini adalah bahwa Rakyat akan terus disingkirkan dan terus disingkirkan demi pembangunan property business yang hanya menguntungkan para pemodal dan yang kita butuhkan saat ini, membangun solidaritas bersama rakyat menggalang kekuatan untuk melawan secara litigasi dan juga secara politis yaitu dengan metode aksi massa”.

Statement terakhir dari Dadan mendapat aplaus dari peserta diskusi, kemudian diskusi pun ditutup secara formal oleh moderator dan bersamaan dengan itu, peserta yang terdiri dari berbagai elemen massa secara spontan menyanyikan lagu Internasionale (dialihbahasakan oleh Ki Hajar Dewantara) lagi.


INTERNASIONALE

Bangkitlah kaum yang terhina,
Bangkitlah kaum yang lapar.
Kehendak yang mulia dalam dunia
senantiasa bertambah besar.
Lenyapkan adat dan faham tua
kita Rakyat sadar-sadar.
Dunia telah berganti rupa
untuk kemenangan kita.
Perjuangan penghabisan,
bangkitlah berlawan.
Dan Internasionale
pastilah di dunia.

Perjuangan penghabisan,
bangkitlah berlawan.
Dan Internasionale
jayalah di dunia.

Kitalah kaum pekerja s'dunia,
Tent'ra kerja nan perkasa.
Semuanya mesti milik kita,
Tak biarkan satupun penghisap!
Kala petir dahsyat menyambar
Di atas si angkara murka,
Tibalah saat bagi kita
surya bersinar cemerlang!
Perdjuangan penghabisan
bangkitlah berlawan.
Dan Internasionale
jayalah di dunia


(Tri S)


PEMBEBASAN Bandung

Mari Berteman:

Tidak ada komentar:

Posting Komentar