AMP Bogor Mengingat Biak Berdarah

Aksi mengenang Peristiwa Biak Berdarah di Bogor (6/7). Laporan investigasi Lembaga Studi dan Advokasi Hak Asasi Manusia Papua (ELSHAM) bersama Gereja-Gereja di Irian Jaya, sekarang Papua: GKI, Keuskupan Jayapura, GKII, mengungkapkan sejumlah temuan korban tewas, luka-luka, hilang, dan kematian misterius. Laporan bertajuk “Nama Tanpa Pusara, Pusara Tanpa Nama” yang dikeluarkan satu tahun sesudah tragedi Biak pada Juli 1999, mengungkapkan temuan fakta jumlah korban delapan orang meninggal dunia, tiga orang hilang, empat orang luka berat, 33 orang luka biasa, sekitar 150 orang ditangkap-ditahan sewenang-wenang dan mengalami penyiksaan, dan 34 mayat ditemukan misterius atau tak dikenali identitasnya-sebagian mengapung di perairan laut Biak, bahkan sampai ke perairan Papua Nugini (PNG). [ Foto: Adnan Zul ]

PembebasanBandung, 6 Juli 2017 - 6 Juli 1998, telah terjadi pembantaian terhadap Rakyat Papua di Kota Biak, tragedi ini kita kenal dengan sebutan Peristiwa Biak Berdarah. Tindakan aparat Indonesia yang berlebihan terhadap Rakyat Papua yang mengibarkan bendera Bintang Kejora secara damai, menurut laporan yang dibuat oleh Elsham bersama gereja gereja yang ada di Papua, berakibat pada jatuhnya korban sebanyak 230 orang: 8 orang meninggal; 8 orang hilang; 4 orang luka berat dan dievakuasi ke Makasar; 33 orang ditahan sewenang-wenang; 150 orang mengalami penyiksaan; dan 32 mayat misterius ditemukan hingga terdampar di perairan Papua New Guinewa (PNG).

Kini
, 19 tahun setelah Peristiwa Biak Berdarah berlalu, kasus ini menguap seperti asap, tak ada penyelesaiannya. Aparat Indonesia sebagai pelaku pembantaian melenggang bebas, jumlah mereka bahkan kian hari kian bertambah saja. Penambahan aparat terutama militer di tanah Papua tidak bisa ditutup-tutupi lagi, AMPNews mencatat, setidaknya ada 8-10 kompi tentara yang diturunkan di pelabuhan Manokwari menggunakan 3 kapal AL, bulan november tahun 2011 lalu. Kemudian disusul dengan penambahan Kodam Kasuari pemekaran dari Kodam Cendrawasih, diresmikan pada tanggal 18 Desember 2016 oleh Kasad Jendral TNI Mulyono.

Alih-alih menyelesaikan kasus yang telah dikategorikan sebagai pelanggaran HAM, baik oleh elemen masyarakat sipil maupun Pemerintah Indonesia sendiri, Pemerintah Indonesia justru malah masih melakukan pendekatan militeristik kepada Rakyat Papua yang jelas jelas pendekatan ini telah terbukti biang dari terjadinya pelanggaran HAM di Papua.

Ini sama saja dengan perlindungan terhadap pelaku palanggaran HAM sekaligus pelestarian  budaya melanggar HAM oleh Aparat Negara Indonesia. Indikasinya bisa dilihat dari semakin masifnya perampasan tanah-tanah adat, pemberangusan kebebasan berserikat dan berpendapat dengan cara kriminalisasi, penculikan dan pembunuhan terhadap para aktifis, terjadinya tragedi pembunuhan terhadap Rakyat sipil tidak bersalah: Wamena Berdarah (2000 dan 2003), Wasyor Berdarah (2001), Uncen Berdarah (2006), Nabire Berdarah (2012), Paniai berdarah (2014), dan masih banyak lagi peristiwa-peristiwa yang memilukan yang sengaja tidak diselesaikan oleh Pemerintah Indonesia karena sejatinya Pemerintah Indonesia adalah pelakunya.

***

Aliansi Mahasiswa Papua (AMP) Komite Bogor bersama Komite Rakyat Mengingat Biak Berdarah Bogor (KMBB-Bogor) pada hari ini (6/7) melakukan aksi turun ke jalan sebagai  ikhtiar penyadaran terhadap massa luas agar peristiwa Biak Berdarah ini diketahui oleh massa seluas-luasnya. Dalam aksi ini, massa aksi juga mendesak Pemerintah menyelesaian kasus Biak Berdarah.

Aksi dimulai pukul 9 pagi dengan titik kumpul  di Jalan Juanda, kemudian dilanjutkan dengan longmarch menuju Tugu Kujang. Selama longmarch peserta aksi bergantian menyampaikan orasinya. Pada pukul 11.00 massa aksi sampai di Tugu Kujang, orasi-orasi pun kemudian dilanjutkan. 

Berikut kutipan-kutipan orasinya yang menarik:

"Imperialisme, Kolonialisme dan Militerisme harus dihapuskan dari tanah West Papua sekarang juga. Bahkan sampai ke ujung dunia dan daging terpisah dari tulangnya, bangsa West Papua akan menuntut hak kemerdekaan!”, ujarnya salah seorang massa aksi yang berasal dari AMP Bogor, dia mengakhiri orasinya dengan tangan kiri dikepal ke langit. 

Selain orator yang berasal dari AMP Bogor, ada juga orator dari salah seorang non-Papua yang tergabung dalam KMBB-Bogor. Habib, biasa Ia dipanggil, dalam orasinya ia menyatakan bahwa kehadirannya dalam aksi adalah sebagai bentuk solidaritas terhadap bangsa West Papua. “Pelanggaran kemanusiaan terhadap Rakyat Papua oleh Militer Indonesia merupakan fakta yang memilukan dan hingga kini tak pernah ada jalan keluarnya di hadapan hukum". 

Orasi dari Habib kemudian dipungkas dengan kalimat, "Persoalan bangsa West Papua bukan persoalan (sektarian) orang Papua, ini merupakan kasus kemanusiaan yang mesti dipahami sebagai masalah kita sebagai manusia. Fitrah manusia adalah merdeka. Maka, menentukan nasib sendiri merupakan satu-satunya pilihan (yang) demokratis (bagi) bangsa West Papua," 

Orasi Habib ini sekaligus jadi penutup aksi, kemudian, kordinator lapangan membacakan pernyataan sikap yang berisi tuntutan, tuntutannya terdiri dari 4 butir kalimat, berikut tuntutannya:

1. Negara bertanggungjawab atas tragedi Biak Berdarah 1998 yang telah menewaskan ratusan nyawa manusia dan Rentetan Pelanggaran HAM lainnya di Papua.

2. Buka ruang demokrasi seluas-luasnya dan Berikan Hak Menentukan Nasib Sendiri Bagi Rakyat Papua sebagai Solusi Demokratis.

3. Tarik Militer (TNI-Polri) Organik dan Non-Organik dari Seluruh Tanah Papua.

4. Tutup Freeport, BP, LNG Tangguh dan MNC, dan perusahaan lainnya yang merupakan dalang kejahatan Kemanusiaan di atas Tanah Papua.

Setelah membacakan pernyataan sikap, peserta aksi menyanyikan lagu Papua Bukan Merah Putih dengan serentak dan penuh semangat. Massa aksi membubarkan diri tepat pukul 12.00 siang.  (Jarmat Hidayat)

PEMBEBASAN Bandung

Mari Berteman:

Tidak ada komentar:

Posting Komentar