Kapitalisme Adalah Musuh Rakyat

Suasana diskusi yang bertempat di Posko Juang Rakyat Kebon Jeruk.
Yang duduk di depan dari kiri ke kanan: Hilmayati, Alvi, Barra.
BANDUNG-Di Posko Djuang Kebun Jeruk tampak riuh. Di tengah suasana hujan, di bawah tenda yang akan roboh, sekitar delapan puluh pasang mata tampak khusyuk menikmati diskusi yang diadakan oleh Solidaritas Rakyat untuk Demokrasi (SORAK). Diskusi yang berjudul “Proyek (Site Plan) PT. KAI dan Perampasan Lahan Rakyat” diselenggarakan sebagai bentuk respon Hari Tani yang jatuh pada tanggal 24 September (22/09/16)

Hari Tani mengingatkan kita akan sejarah panjang perjuangan para petani dan seluruh rakyat Indonesia melawan monopoli serta privatisasi sumber daya alam, perjuangan melawan keserakahan pemodal dan penguasa perampas ruang hidup rakyat. Dan Saat ini, Rakyat Kebon Jeruk telah menjadi korban keserakahan pemodal, Rakyat Kebon Jeruk telah digusur paksa oleh PT.KAI bersama para antek-anteknya yaitu aparat; tentara, polisi, dan satpol PP. Rakyat digusur seperti seekor binatang.

Hadir sebagai pemantik diskusi Hilma Safitri dari Agraria Research Center (ARC) dan Barra Pravda dari Rumah Dialektika. Di awal diskusi, salah satu pemantik, Hilma Safitri, mengatakan, “Sebagai Rakyat kita mempunyai hak untuk hidup. Namun selama ini, pemerintah telah melupakan hak-hak rakyatnya demi pembangunan Infrastruktur yang berorientasi pada pertumbuhan ekonomi yang mengutamakan kebutuhan industri"
Sekali lagi, hal ini adalah bentuk dari akumulasi modal yang merupakan wujud nyata dari kapitalisme. Para pemodal dalam hal ini hanya mementingkan nilai lebih yaitu keuntungan. Ketika mobilitas barang lancar, maka produksi komiditi/industri akan berjalan lancar. Dengan begitu, maka para pemodal akan mendapatkan ketentraman, sedangkan rakyat miskin harus tersingkir secara terstruktur dan sistematis, rakyat akan terus disingkirkan dan disingkirkan. Hanya mereka yang mampu membayarlah yang boleh tinggal dalam pusaran akumulasi modal.

Di tengah diskusi, tiba-tiba saja, Abah Maman, menyampaikan pertanyaannya, ia bilang, “selama ini, saya terus bertanya, apakah negara memusuhi rakyatnya? Kenapa kami digusur paksa di tempat kami mencari nafkah dan ketika penggusuran terjadi kenapa harus ada tentara yang terlibat, kami bukanlah teroris, kami hanyalah rakyat miskin yang mencoba menghidupi keluarga kami di rumah”

Pertanyaan Abah Maman langsung ditanggapi oleh Barra Pravda dari Rumah Dialektika. Ia mengatakan, “dalam hal ini PT. KAI dan Pemerintah Kota Bandung tidak bisa lepas dari Kapitalisme. Kebijakan negara dibuat untuk kepentingan korporasi, dan tentara yang selama ini latihan berperang untuk melindungi kedaulatan negara, ternyata digunakan untuk melindungi kedaulatan para pemodal”

Lanjut Barra, “untuk mempertahankan tanah rakyat, kita harus melawan dengan keras. Persatuan rakyat sangat dibutuhkan dalam hal ini, mengingat penggusuran tidak hanya terjadi di Kebon jeruk saja. Tetapi penggusuran terjadi juga di Jakarta, Jogjakarta, dan akan terus terjadi di kota lainnya”
Tiba-tiba saja Pak Rosyd ketua komite rakyat Kebon Jeruk, berteriak, “lawan” para hadirin langsung bertepuk tangan. 

Tri S.


PEMBEBASAN Bandung

Mari Berteman:

Tidak ada komentar:

Posting Komentar