Post-Marxisme memang
sedang menjadi trend di kalangan kaum intelektual setelah kemenangan
neo-liberalisme dan kemunduran kaum kelas pekerja. Ruang politik yang
dikosongkan oleh kaum kiri reformis (di Amerika Latin) kini telah diambil alih
oleh politisi dan ideolog kapitalis, teknokrat serta kelompok-kelompok gereja
fundamentalis dan tradisional (Pantekosta dan Vatikan). Sebelumnyaya ruang ini
diisi oleh kaum sosialis, nasionalis dan politikus populis serta
aktivis-aktivis gereja yang berafiliasi pada teologi pembebasan. Kaum
kiri-tengah sangat berpengaruh dalam politik rejim penguasa (di atas) atau di
kalangan massa rakyat yang kurang politis (di bawah). Ruang kosong yang tadinya
dikuasai kiri radikal kini digantikan oleh intelektual politik, dan sektor- sektor
yang telah menjadi politis seperti serikat buruh, kaum miskin kota dan gerakan
sosial di perkotaan. Di kalangan grup-grup inilah perdebatan dan konflik antara
marxime dan post-marxisme menjadi sangat intens pada saat-saat itu.
Diasuh, dan dalam
banyak kasus disubsidi oleh lembaga-lembaga dana penting dan lembaga-lembaga
pemerintah yag mempromosikan neo-liberalisme, sejumlah besar
organisasi-organisasi "sosial" telah tumbuh dan berkembang membawa
ideologi, jaringan-jaringan dan praktek-prekatek yang secara langsung
berkompetisi dan berkonflik berha-dapan dengan teori dan praktek marxis.
Organisasi-organsiasi ini - dalam banyak kasus memunculkan diri mereka sebagai
Non-Govermental Organization (NGO/LSM) atau lembaga-lembaga serta pusat
penelitian independen - menjadi aktif memajukan ideologi dan praktek-praktek
politik yang dapat sesuai dengan agenda neo-liberal dari patron-patron
pendananya. Tulisan di bawah ini akan menggambarkan dan sekaligus mengkritik
setiap komponen dari ideologi mereka dan kembali memblejeti aktivitas-aktivitas
kaum neo-liberal, sekaligus membandingkan dengan gerakan dan pendekatan yang
berbasiskan kelas. Setelah itu akan diikuti dengan diskusi tentang asal-usul
blok post-marxisme, evolusinya dan masa depannya sehubungan dengan kemunduran
dan kemungkinan kembalinya marxisme.
KOMPONEN-KOMPONEN POST-MARXISME
Kaum post marxisme sebenarnya berasal dari kaum
eks-marxis yang berangkat dari kritik terhadap marxisme dan mengelaborasikan
beberapa poin di dalam kritik-kritiknya untuk menjadi sebuah landasan penemuan
teori-teori alternatif atau paling tidak sebagai garis analisa yang masuk akal.
Mari kita melihat sepuluh argumentasi dasar yang biasa ditemukan dalam
diskursus-diskursus post marxime:
1. Sosialisme adalah sebuah kegagalan dan semua
teori kemasyarakatan secara umum menyalahkan jika ada yang hendak mengulanginya
lagi. Ideologi-ideologi adalah sesuatu yang salah! (kecuali Post-marxisme!),
karena ideologi merefleksikan sebuah dunia pemikiran yang didominasi oleh satu
sistim gender/ras.
2. Penekanan Marxis pada kelas-kelas sosial
adalah "reduksionis" karena kelas-kelas membaur; Hal yang terpenting
adalah pendekatan kebudayaan dan berakar pada perbedaan identitas (ras,
gender,etnik, seksuil).
3. Negara adalah musuh demokrasi dan kebebasan.
Negara adalah lambang bentuk-bentuk yang korup dan tidak efisien yang
menggerogoti kesejahteraan sosial. Masyarakat sipil adalah pelaku utama
demokrasi dan perubahan sosial.
4. Perencanaan terpusat mendatangkan dan
menghasilkan birokasi yang menghalangi pertukaran barang antara para produsen.
Pasar dan pertukaran pasar adalah mungkin dengan aturan-aturan yang terbatas,
dapat membuat konsumsi yang lebih besar dan distribusi yang lebih efisien.
5. Perjuangan kiri tradisional adalah korup dan
menghasilkan rejim-rejim yang otori-ter yang kemudian mengsubordinasikan
masyarakat sipil. Perjuangan lokal dengan mem-bawa isu lokal oleh organisasi
lokal merupakan satu-satunya jalan bagi perjuangan demo-kratik untuk perubahan,
dengan menggunakan petisi atau tekanan pada penguasa-pe-nguasa nasional dan
internasional.
6. Revolusi selalu berakhir dengan buruk atau
tidak mungkin bisa berhasil, perubahan sosial akan memperkuat reaksi provokatif
dari penguasa. Alternatifnya adalah dengan berjuang mengkonsolidasikan transisi
demokratis untuk menyelamatkan proses pemilihan umum (jalan parlementarian).
7. Solidaritas kelas adalah bagian dari
ideologi-ideologi masa lalu, yang mencermin-kan politik dan realitas masa lalu.
Kelas-kelas sudah tidak ada lagi. Bentuk yang ada ialah fragmen-fragmen
penduduk daerah dimana grup-grup (identitas) tertentu dan daerah mengusahakan
self-help (kemandirian) dan saling hubungan untuk survive berbasiskan pada
kerja sama dengan pendukung dari luar. Solidaritas adalah sebuah fenomena
persilangan kelas, adalah gerak/gestur kemanusianan semata.
8. Perjuangan kelas dan konfrontasi tidak
menghasilkan sesuatu yang nyata. Hanya akan menyebabkan kekalahan dan
kegagalan. Lembaga-lembaga kerjasama internasi-onal dan lembaga milik
pemerintah dengan proyek-proyeknya yang khusus akan menghasilkan kemajuan
produksi.
9. Anti-imperialisme juga merupakan milik masa
lalu yang sudah waktunya mati. Dalam ekonomi global yang terjadi saat ini,
tidaklah mungkin untuk menyerang pusat-pusat ekonomi dunia. Dunia sudah
berkembang secara saling tergantung dan dalam dunia ini dibutuhkan kerja sama
internasional yang lebih besar lagi dalam mentransfer kapital dan teknologi
serta saling memahami antara negara-negara kaya dengan negara-negara miskin.
10. Pimpinan-pimpinan dari organisasi-organisasi
kerakyatan tidak boleh tertutup da-lam mengorganisir orang-orang miskin dan
melakukan saling belajar serta tukar pengalaman. Mobilisasi internal harus
berbasiskan pendanaan eksternal. Kaum profesional harus memproduksi
desain-desain program dan mengamankan keuangan eksternal untuk dapat
mengorganisir grup-grup lokal. Tanpa bantuan dari luar grup-grup lokal dan kaum
profesional akan gagal dan hancur.
KRITIK TERHADAP IDEOLOGI POST-MARXIS
Jadi, demikianlah analisa, kritik, dan strategi
pembangunan ideologi post-marxis, sebagai sebuah ideologi untuk menyerang
diskusi-diskusi marxisme. Lebih dari itu, menurut mereka, marxisme adalah
ideologi yang gagal mengidentifikasi krisis-krisis yang terjadi dalam kapitalisme.
Stagnasi berkepanjangan (prolonged stagnation) dan kepanikan moneter yang
terjadi secara periodik (periodic financial panic) serta kontradiksi sosial
(in-equalities/ ketidaksederajatan dan social
polarisation/polarisasi sosial) pada tingkat nasional dan internasional yang
bersentuhan dengan problem sosial daerah (lokal) menjadi fokus mereka.
Contohnya, asal-usul neo-liberalisme merupakan produk dari konflik kelas.
Sektor-sektor modal tertentu beraliansi dengan negara dan imperialisme -memukul
kelas-kelas dalam massa rakyat dan memaksakan penerapan model-model mereka.
Tentu saja perspektif yang non-kelas tidak akan mampu memblejeti asal usul dari
ideologi post marxisme ini. Lebih dari itu, - seperti halnya dengan persoalan
asal-usulnya, post marxisme, secara kasar membatasi dan merampas sumberdaya dan
usaha kaum marxis dalam perjuangannya, - dengan meningkatkan tawaran-tawaran
menarik yang memancing opurtunisme. Ini dapat berupa pendanaan, karir, dan
semua hal yang bisa memecah kekuatan marxis, dengan pendekatan kebudayaan,
sosial dan tentu saja ekonomi politik, baik di tingkat nasional maupun
internasional. Asal usul sosiologis dari post-Marxisme tertanam pada saat-saat
pergantian kekuasaan politik dari kelas pekerja ke ekspor kapital.
Bersambung ke Kritik Terhadap Kaum Post Marxist (Bag.2)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar