Adegan Mariya Oktyabrskaya (Aleksandra Blok) berlindung di atas tank "Kekasih yang Berlawan" dalam film Fighting Girlfriend (2016) yang disutradarai Gert Friborg. |
Mariya
Vasilyevna Oktyabrskaya sedang bekerja sebagai perawat di Tomsk, Siberia,
ketika pasukan panser pertama yang dipimpin oleh Ewald von Kleist mulai
menyerbu untuk masuk ke kota Kiev pada tahun 1941. Von Kleist adalah komandan
perang Jerman berusia 60 tahun yang penuh pengalaman. Setahun sebelumnya di
pertempuran yang lain, pasukan yang dipimpinnya punya andil besar dalam kejatuhan
Perancis juga pengepungan pasukan sekutu di Dunkirk.
Fasis-fasis
Jerman yang datang dari barat itu mesti melewati Garis Stalin (Stalingrad)
sebelum bisa mencapai Kiev. Ia adalah garis pertahanan yang membentang di
sepanjang perbatasan barat Uni Soviet. Garis itu telah ada sejak tahun 1920-an
untuk membentengi Uni Soviet dari serangan Barat, tapi kemudian ditinggalkan,
tak dirawat setelah wilayah Soviet meluas hingga Polandia. Kendati dinamai
garis, Garis Stalin tidak berbentuk benteng atau tembok yang membentang dari
satu ujung hingga ujung lain, melainkan berupa bangunan bungker beton serta senjata
yang terletak di beberapa titik.
Ketika
fasis mendekat, barulah garis pertahanan itu diaktifkan kembali, meski hanya
dipersenjatai dengan senjata lawas yang tak jarang adalah hasil daur ulang dari
kubah tank. Beton-beton dan senjata daur ulang yang bernama Garis Stalin itu
sanggup menahan serbuan panser Nazi selama empat hari.
Di
perbatasan Kiev itu juga suami Mariya Oktyabrskaya bersama yang lain bertempur
melawan fasis.
Perempuan
yang lahir 16 Agustus 1905 di Krimea itu berusia 38 tahun ketika ia mendengar
kabar bahwa suaminya telah gugur di medan laga. Kabar itu sampai padanya dua tahun
setelah kematian orang yang dikasihinya. Mariya marah sekali. Ia berniat
membalas apa yang telah dilakukan fasis Jerman terhadap dirinya dan kekasihnya.
Kepada Stalin, ia menulis sebuah surat.
“Suamiku terbunuh di medan laga ketika membela tanah air. Aku ingin membalas dendam pada anjing-anjing fasis untuk suamiku dan untuk rakyat Soviet yang disiksa oleh para barbar fasis itu. Untuk tujuan ini, aku telah menyimpan simpanan pribadiku—50.000 rubel—di Bank Nasional untuk membangun sebuah tank. Aku meminta untuk menamai tank itu dengan nama ‘Kekasih yang Berlawan’ dan mengirimku ke garis depan pertempuran sebagai pengemudinya.”
Membaca
surat seorang perempuan yang punya tekad sedemikian besar, yang telah menjual
segala harta yang dimilikinya dan berniat membeli sebuah tank untuk memerangi
anjing-anjing fasis, saya membayangkan orang seperti Stalin waktu itu pasti
berpikir, “Seorang komunis tak perlu memohon atau meminta izin pada siapa pun
untuk bertempur atau mati melawan fasis.”
Stalin
membalas surat itu singkat saja: Ya!
Komite
Pertahanan Negara kemudian memberikan sebuah tank seri T-34 padanya. Mariya
menjalani latihan selama lima bulan sebelum dikirim ke garis depan. Setelah
berhasil menjalaninya, Mariya diangkat sebagai pengemudi dan mekanik Brigade
Tank Pengawal ke-26.
Mariya
sempat menjadi bahan tertawaan; seorang perempuan, berada di garis depan
pertempuran, mengemudikan tank, tank yang dinamainya sendiri dengan “Kekasih
yang Berlawan”. Sebagian lain menganggap tak ada waktu untuk berakrobat macam
itu dalam perang sungguhan seperti ini. Tentu saja itu terjadi karena mereka
tak benar-benar mengerti apa yang telah Mariya lalui. Orang yang dikasihinya
telah mati di tangan Nazi.
Pertempuran
tank pertama Mariya terjadi pada tanggal 21 Oktober 1943 di Smolensk. Di kubah
Tank T-34 itu tertulis “Kekasih yang Berlawan” dalam bahasa Rusia, dengan huruf
putih dan ukuran besar-besar.
Di
pertempuran itu ia bersama yang lain berhasil mengalahkan pasukan dan
menghancurkan sarang senapan mesin dan artileri musuh. Ketika tank yang
dikendarainya mengalami kerusakan lantaran tembakan musuh, ia melawan perintah
dan malah melompat keluar dari tank itu untuk membetulkan bagian yang rusak, tanpa
mempedulikan baku tembak yang masih terjadi. Atas capaiannya di pertempuran
ini, orang-orang memanggilnya “Ibu”, dan ia naik pangkat menjadi sersan.
Saya
teringat pada lukisan William de Brailes di abad ke-13. Ia menggambarkan Bunda
Maria sedang meninju setan tepat di mukanya. Dalam lukisan Brailes itu, bahkan
manusia yang dianggap suci seperti Bunda Maria menganggap tak perlu lagi
berpikir panjang untuk melakukan dialog, negosiasi, atau hal-hal lainnya,
ketika berhadapan dengan setan. Dalam lukisan itu, Maria tak tampak ragu, malah
tersenyum dan tentu saja yakin sepenuh hati bahwa yang dilakukannya adalah hal
benar.
Bagi
Mariya Oktyabrskaya, setan yang wajib menerima tinjunya, atau lebih tepatnya,
tembakan dari tanknya, tak pelak lagi adalah setan-setan fasis. Tak ada alasan
buat Mariya untuk berhenti. Dalam surat yang ditulis untuk adiknya ia berkata: “Aku
telah dibaptis dengan api.”
Pertempuran
demi pertempuran dilewati Mariya. Dan beberapa kali ia melakukan apa yang
pernah ia lakukan sebelumnya: melompat keluar dari tank untuk memperbaiki
bagian yang rusak.
Sampai
pada pertempuran terakhirnya, dua bulan setelah pertempuran pertamanya, pada 17
Januari 1994 di Vitebsk, pecahan peluru mengenai kepalanya dan membuatnya
hilang kesadaran. Ia dipindah ke Fastov untuk dirawat, tapi tak bisa
diselamatkan. Ia koma selama dua bulan sebelum akhirnya gugur sebagai martir
dalam peperangan melawan anjing-anjing fasis. Pemerintah menganugerahinya gelar
Pahlawan Uni Soviet atas keberaniannya dalam pertempuran di Vitebsk.
Barangkali
selama dua bulan itulah rindu sekaligus dendam Mariya terbayar. Saat ia bisa
merasakan seluruhnya apa yang telah dirasakan kekasihnya. Bertempur melawan
anjing-anjing fasis. Menghentikan langkah serdadu fasis, meski hanya untuk
beberapa saat.
Fasis
mesti dihentikan, meski hanya semenit, atau bahkan sedetik. Siapa pun yang
gugur dalam usahanya menghentikan mereka, sangat layak dianggap sebagai martir.
Dan Mariya serta suaminya, hanyalah dua di antara sekitar 27 juta rakyat Soviet
yang gugur dalam perang melawan fasis.**
(Nadya Larasati)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar