Di Timor Leste, desa Bibileu, pernah dijuluki “desa
janda”. Pertengahan 1983, pasukan yang dipimpin Prabowo melakukan pemusnahan
terhadap semua laki-laki desa itu, sebagai serangan-balik dari ABRI. Kejadian
tersebut diabadikan dengan dibangunnya monumen memorial (dari bekas kuburan
yang dipugar). Rakyat desa Bibileu sulit melupakan bengisnya ABRI.
Proses kebangsaan di Timur Leste, hingga akhirnya merdeka, merupakan jalan cadas pertempuran demi pertempuran bersenjata dan diplomasi sejak 1975-1999.
Proses kebangsaan di Timur Leste, hingga akhirnya merdeka, merupakan jalan cadas pertempuran demi pertempuran bersenjata dan diplomasi sejak 1975-1999.
Yang terjadi di Timur
Leste, sekarang prosesnya sedang terjadi di Papua. Partai Rakyat Demokratik (PRD) lah yang pertama-tama menyimpulkan bahwa
ada persoalan proses kebangsaan di Papua (juga di Timur Leste) tertulis dalam manifestonya tahun
1996. Proses pembangunan nation di Papua pun sedang berjalan. Menentang
kolonisasi Indonesia yang kejam dan brutal bercampur dengan bobroknya elite
politik lokal. Demokrasi, kesejahteraan dan hukum menjadi hamparan-pasir
permasalahan di Papua. Terutama satu kata di awal kalimat itu yang paling utama
diperjuangkan, sebagai syarat mencapai (minimal memudahkan) proses perjuangan
pembebasan Rakyat Papua.
Untuk mengidentifikasi
perlawanan di Papua, kita mesti menggunakan optik sejarah objektif tentang
bagaimana proses integrasi Papua (dahulu Irian Jaya) ke Indonesia, termasuk
akar masalah ekonomi-politiknya, agar tak terjerumus dalam lubang kunci
nasionalis, yang sempit, yang hanya dibimbing oleh dogma NKRI, mengabaikan
demokrasi, keadilan dan kesejahteraan.
Peninjauan proses
formal integrasi Papua yang bermasalah tahun 1969 (Orba melanggar New York
Agreement 1962), ditambah dengan penggunaan cara-cara militeristik khas
kekejaman orba, menjadi penting. Karena sejak kekuasaan militer tersebut
berdiri, pembunuhan terhadap barangsiapa yang menolak kebijakan pemerintah
selalu dijawab dengan pentungan dan peluru, bukan dengan pendekatan
kesejahteraan dan demokrasi Rakyat.
Lalu, bagaimana nasib
bangsa Papua di hari depan? Untuk menjawab itu, kajian historis penting
dianalisa kembali. Mari kita temukan jawaban itu dalam diskusi publik yang akan
diselenggarakan oleh Solidaritas Rakyat untuk Demokrasi (SORAK) Kota Bandung.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar